Selasa, 15 September 2009

ADMINISTRASI WAKAF

ADMINISTRASI WAKAF

PENDAHULUAN
Dalam ajaran Islam, peninggalan wakaf yang pertama kali dikenal dalam masyarakat Arab pra Islam adalah Al-Ka’bah Al-Musyarafah yaitu rumah peribadatan pertama yang dibangun oleh Nabi Ibrahim a.s sebagai tempat untuk berkumpul (Haj) dan tempat yang aman bagi manusia. Seiring dengan perjalanan waktu dan perubahan masyarakat Arab waktu itu kemudian menjadikan Ka’bah sebagai pusat penyembahan berhala, dengan keyakinan bahwa penyembahan berhala tersebut merupakan salah satu upaya pendekatan diri kepada Allah. Selanjutnya setelah diutusnya nabi Muhammad saw syari’at Islam mengaturnya lebih jelas dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah dan diikuti oleh para sahabatnya.
Pada masa Islam, kita ketahui bahwa wakaf pertama dalam tasyri’ Islam adalah wakaf masjid yang dibangun umat Islam bersama Rasulullah di Quba pada tahun 622 M. Selanjutnya adalah wakaf masjid Nabawi di Madinah yang merupakan masjid terpenting kedua setelah masjid Haram di Makkah.
Dalam kajian-kajian fiqh hadits yang cukup terkenal yang menunjukkan disayari’atkannya wakaf, selain Hadits Umar bin Khattab adalah hadits Abu Thalhah riwayat Muslim dan Anas bin Malik; Abu Thalhah adalah sahabat yang paling banyak kebun kormanya di Madinah. Harta yang paling ia cintai adalah Bairaha’ yang tepat berhadapan dengan masjid Nabi. Setelah turun dan dibacakannya ayat 92 Surat Ali Imran, maka Abu Thalhah berdiri dan mengatakan: “ Wahai Rasulullah, sesungguhnya harta yang paling aku cintai adalah Bairaha’, ia kami sedekahkan kepada Allah, kami hanya mengharapkan kebaikan dan pahalanya di sisi Allah. Pergunakanlah kebun itu sesuai dengan petunjuk Allah.” Maka Rasulullah pun menerima wakafnya dan memberikan petunjuk-petunjuk tentang penggunaan hartanya tersebut. (Abdul Wahab, Al-Waqf, 39).
Selanjutnya permasalahan wakaf menjadi wacana fiqhiyah yang dibicarakan secara panjang lebar oleh para fuqaha’ berkenaan pengertian, syarat-syarat dan rukun wakaf, syarat-syarat wakif, syarat-syarat harta wakaf, syarat sasaran wakaf serta ketentuan-ketentuan lain berkaitan dengan pemberdayaan lembaga wakaf
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Secara etimologi, wakaf berasal dari perkataan Arab “Waqf” yang bererti “al-Habs”. Ia merupakan kata yang berbentuk masdar (infinitive noun) yang pada dasarnya berarti menahan, berhenti, atau diam. Apabila kata tersebut dihubungkan dengan harta seperti tanah, binatang dan yang lain, ia berarti pembekuan hak milik untuk faedah tertentu (Ibnu Manzhur: 9/359).
Sebagai satu istilah dalam syariah Islam, wakaf diartikan sebagai penahanan hak milik atas materi benda (al-‘ain) untuk tujuan menyedekahkan manfaat atau faedahnya (al-manfa‘ah) (al-Jurjani: 328). Sedangkan dalam buku-buku fiqh, para ulama berbeda pendapat dalam memberi pengertian wakaf. Perbedaan tersebut membawa akibat yang berbeda pada hukum yang ditimbulkan. Definisi wakaf menurut ahli fiqh adalah sebagai berikut..
Dari beberapa definisi wakaf, dapat disimpulkan bahwa wakaf bertujuan untuk memberikan manfaat atau faedah harta yang diwakafkan kepada orang yang berhak dan dipergunakan sesuai dengan ajaran syariah Islam. Hal ini sesuai dengan fungsi wakaf yang disebutkan pasal 5 UU no. 41 tahun 2004 yang menyatakan wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
B. Rukun Wakaf
Rukun Wakaf Ada empat rukun yang mesti dipenuhi dalam berwakaf. Pertama, orang yang berwakaf (al-waqif). Kedua, benda yang diwakafkan (al-mauquf). Ketiga, orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf ‘alaihi). Keempat, lafadz atau ikrar wakaf (sighah).
C. Syarat-Syarat Wakaf
1. Syarat-syarat orang yang berwakaf (al-waqif)Syarat-syarat al-waqif ada empat, pertama orang yang berwakaf ini mestilah memiliki secara penuh harta itu, artinya dia merdeka untuk mewakafkan harta itu kepada sesiapa yang ia kehendaki. Kedua dia mestilah orang yang berakal, tak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk. Ketiga dia mestilah baligh. Dan keempat dia mestilah orang yang mampu bertindak secara hukum (rasyid). Implikasinya orang bodoh, orang yang sedang muflis dan orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.
2. Syarat-syarat harta yang diwakafkan (al-mauquf)Harta yang diwakafkan itu tidak sah dipindahmilikkan, kecuali apabila ia memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan oleh ah; pertama barang yang diwakafkan itu mestilah barang yang berharga Kedua, harta yang diwakafkan itu mestilah diketahui kadarnya. Jadi apabila harta itu tidak diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik pada ketika itu tidak sah. Ketiga, harta yang diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf (wakif). Keempat, harta itu mestilah berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau disebut juga dengan istilah (ghaira shai’).
3. Syarat-syarat orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf alaih) Dari segi klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini ada dua macam, pertama tertentu (mu’ayyan) dan tidak tertentu (ghaira mu’ayyan). Yang dimasudkan dengan tertentu ialah, jelas orang yang menerima wakaf itu, apakah seorang, dua orang atau satu kumpulan yang semuanya tertentu dan tidak boleh dirubah. Sedangkan yang tidak tentu maksudnya tempat berwakaf itu tidak ditentukan secara terperinci, umpamanya seseorang sesorang untuk orang fakir, miskin, tempat ibadah, dll. Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf tertentu ini (al-mawquf mu’ayyan) bahwa ia mestilah orang yang boleh untuk memiliki harta (ahlan li al-tamlik), Maka orang muslim, merdeka dan kafir zimmi yang memenuhi syarat ini boleh memiliki harta wakaf. Adapun orang bodoh, hamba sahaya, dan orang gila tidak sah menerima wakaf. Syarat-syarat yang berkaitan dengan ghaira mu’ayyan; pertama ialah bahwa yang akan menerima wakaf itu mestilah dapat menjadikan wakaf itu untuk kebaikan yang dengannya dapat mendekatkan diri kepada Allah. Dan wakaf ini hanya ditujukan untuk kepentingan Islam saja.
4. Syarat-syarat Shigah Berkaitan dengan isi ucapan (sighah) perlu ada beberapa syarat. Pertama, ucapan itu mestilah mengandungi kata-kata yang menunjukKan kekalnya (ta’bid). Tidak sah wakaf kalau ucapan dengan batas waktu tertentu. Kedua, ucapan itu dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau digantungkan kepada syarat tertentu. Ketiga, ucapan itu bersifat pasti. Keempat, ucapan itu tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan. Apabila semua persyaratan diatas dapat terpenuhi maka penguasaan atas tanah wakaf bagi penerima wakaf adalah sah. Pewakaf tidak dapat lagi menarik balik pemilikan harta itu telah berpindah kepada Allah dan penguasaan harta tersebut adalah orang yang menerima wakaf secara umum ia dianggap pemiliknya tapi bersifat ghaira tammah.
Dalam terminology fikih, rukun adalah sesuatu yang dianggap menentukan suatu disiplin tertentu atau dengan perkataan lain rukun adalah penyempurnaan sesuatu dimana ia merupakan bagian dari sesuatu itu. Oleh karena itu, sempurna atau tidak sempurna wakaf telah dipengaruhi oleh unsur-unsur yang ada dalam perbuatan wakaf itu tersendiri.
D. Unsur-unsur wakaf
Adapun unsur-unsur atau rukun wakaf menurut ulama dan fiqih islam, sebagai berikut :
1) Orang yang berwakaf (wakif),
Adapun syarat orang yang mewakafkan (wakif) adalah setiap wakif harus mempunyai kecakapan melakukan tabarru, yaitu melepaskan hak milik tanpa imbangan materiil, artinya mereka telah dewasa (baligh), berakal sehat, tidak dibawah pengampunan dan tidak karena terpaksa berbuat
Dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, wakif meliputi :
(1) Wakif perseorangan adalah apabila memenuhi persyaratan: Dewasa; Berakal sehat; Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum; dan Pemilik sah harta benda wakaf.
(2) Wakif organisasi adalah memenuhi ketentuan organisasi untuk mewakafkan harta benda wakaf milik organisasi sesuai dengan anggaran dasar organisasi yang bersangkutan.
(3) Wakif badan hukum adalah memenuhi ketentuan badan hukum untuk mewakafkan harta benda wakaf milik badan hukum sesuai dengan anggaran dasar badan hukum yang bersangkutan.

2) Sesuatu (harta) yang diwakafkan (mauquf), syartanya;
a. Barang yang dimilki dapat dipindahkan dan tetap zaknya, berfaedah saat diberikan maupun dikemudian hari
b. Milik sendiri walaupun hanya sebagian yang diwakafkan atau musya (bercampur dan tidak dapat dipindahkan dengan bagian yang lain
Dalam pasal 16 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 harta benda wakaf terdiri dari :
a. Benda tidak bergerak;
1. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar;
2. Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana dimaksud pada huruf a;
3. Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
4. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang.undangan yang berlaku;
5. Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang.undangan yang berlaku.

b. Benda bergerak adalah harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi:
1. Uang;
2. Logam mulia;
3. Surat berharga;
4. Kendaraan;
5. Hak atas kekayaan intelektual;
6. Hak sewa; dan
7. Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang.undangan yang berlaku.

3) Tempat berwakaf (yang berhak menerima hasil wakaf itu), yakni orang yang memilki sesuatu, anak dalam kandungan tidak syah.
4) Akad, misalnya: "Saya wakafkan ini kepada masjid, sekolah orang yang tidak mampu dan sebagainya" tidak perlu qabul (jawab) kecuali yang bersifat pribadi (bukan bersifat umum). Ikrar adalah pernyataan kehendak dari wakif untuk mewakafkan tanah atau benda miliknya (ps. 1 (3) pp no. 28/1977 jo.ps. 215 (3) khi). Pernyataan ikrar atau wakaf ini harus dinyatakan secara tegas baik lisan maupun tertulis, dengan redaksi "aku mewakafkan" atau aku menahan atau kalimat yang semakna lainya. Ikrar ini penting, karena pernyataan ikrar membawa implikasi gugurnya hak kepemilkan wakif, dan harta wakaf menjadi milik allah atau milik umum yang dimanfaatkan untuk kepentingan umum yang menjadi tujuan wakaf itu sendiri. Karena itu frekuensinya, harta wakaf tidak bias dihibahkan, diperjual belikan, atau pun diwariskan.
Secara teknis, ikrar wakaf diatur dalam pasal 5 pp 28/1977 jo. Pasal 218 KHI : (1). Pihak yang mewakafkan tanahnya harus mengikrarkan kehendaknya secara jelas dan tegas kepada nadzir dihadapan pejabat pembuat akta ikrar wakaf (ppaiw) sebagai mana dimaksud pasal 9 ayat (2) yang kemudian menuangkanya dalam bentuk aktra ikrar wakaf (aiw) dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi. (2). Dalam keadaan tertentu, penyimpangan dari dari ketentuan dimaksud dalam ayat (1) dapat dilaksanakan setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan menteri agama.

Untuk syahnya suatu wakaf diperlukan Syarat-syarat sebagai berikut:
1. Diwakafkan untuk selama-lamanya, tidak terbatas waktu tertentu (disebut takbid).
2. Tunai tanpa menggantungkan pada suatu peristiwa di masa yang akan datang. Misalnya, "Saya wakafkan bila dapat keuntungan yang lebih besar dari usaha yang akan datang". Hal ini disebut tanjiz
3. Jelas mauquf alaih nya (orang yang diberi wakaf) dan bisa dimiliki barang yang diwakafkan (mauquf) itu


E. Tata cara perwakafan dan pendaftaran benda wakaf
1. Tata cara pendaftaran ikrar wakaf
Pendaftaran ikrar wakaf dilakukan oleh wakif, yaitu orang atau sekelompok orang atau badan hokum yang mewakafkan benda miliknya engan mendatangi kepala Kantor Urusan Agama yang oleh menteri Agama ditetapkan sebagai pegawai pembuat akta ikrar wakaf (PPAIW). Berikut adalah tata cara pendaftaran ikrar wakaf :
1. Pihak yang hendak mewakafkan dapat menyatakan ikrar wakaf dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf untuk melaksanakan Ikrar Wakaf.
2. Isi dan bentuk ikrar wakaf ditetapkan oleh Menteri Agama.
3. Pelaksanaan ikrar, demikian pula pembuatan Akta Ikrar Wakaf, dianggap sah jika dihadiri dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 orang saksi.
4. Dalam melaksanakan ikrar, pihak yang mewakafkan diharuskan menyerahkan kepada Pejabat surat-surat sebagai berikut :
a. Tanda bukti pemilikan harta benda
b. Jika benda yang diwakafkan berupa benda tidak bergerak, maka harus disertai oleh surat keterangan dari kepala desa, yang diperkuat oleh Camat setempat yang menerangkan pemilikan benda tidak bergerak dimaksud
c. Surat atau dokumen tertulis yang merupakan kelengkapan dari benda tidak bergerak yang bersangkutan
2. pelaksanaan ikrar wakaf
Pelaksanaan ikarar wakaf dilakukan sebagai berikut :
a. Pihaka yang mewakafkan harus menyatakan ikrar wakaf kepada nadzir yang telah disyahkan dihadapa PPAIW secara lisan dengan jelas dan tegas yang dituangkan dalam bentuk tertulis (W.1). apabila yang bersangkutan tidak mampu mengutarakannya secara lisan dapat dilakukan dengan isyarat.
b. Apabila pihak yang mewakafkan berhalangan hadir, maka dapat membuat wakaf secara tertulis dengan persetujuan kandepag yang mewilayahi tempat benda wakaf.
c. Ikrar wakaf harus dihadisri sekurang-kurangnya oleh dua orang skasi yang telah dewasa, sehat akalnya dan tidak terhalang oleh hokum.
d. PPAIW kemudian membuat Akta Ikrar Wakaf (AIW) dalam bentuk W.2 dan salinan AIW dalam bentuk w.2a.
Penandatanganan Akta ikrar Wakaf
Penandatanganan ikrar wkaf dilakukan oleh wakif, nadzir, saksi-saksi dan kepala kantor urusan agama selaku PPAIW.
Penggandaan Akta Ikrar Wakaf
Penggandaan Akata Ikrar Wakaf dibuat rangkap tiga yang diperuntukan bagi
a. Lembar pertama disimpan oleh PPAIW
b. Lembar kedua dilampirkan pada surat permohponan pendaftaran wakaf kepada bupati/walikota daerah c.q. kepala Sub direktorat Agraria.
c. Lembar ketiga dikirim kepada pengadilan agama yang mewilayahi temapat benda wakaf tersebut.
Sedangkan salinan akta ikrar wakaf dibuat rangap empat yang diperuntukan kepada :
a. Lembar pertama diberikan kepada wakif
b. Lembar kedua diberikan kepada nadzir
c. Lembar ketiga diberikan kepada kandepag
d. Lembar keempat dibrikan kepada kepala desa yang mewilayahi tempat benda wakaf tersebut.


Proses sertifikasi wakaf
Persyaratannnya adalah :
a. Sertifikat tanah yang bersangkutan
b. Akta Ikrar Wakaf
c. Surat pengesahan nadzir
Apabila tanah wakaf belum ada sertifikatnya maka harus dilampiri :
a. Surat penegasan hak atas tanah
b. Suarat-surat bukti pemilikan tanah serta surat-surat keterangan lainnya yang diperlukan
c. Alkata Ikrar Wkaf (asli lembar kedua)
d. Surat pengesahan nadzir.

KESMPULAN
wakaf berasal dari perkataan Arab “Waqf” yang bererti “al-Habs”. Ia merupakan kata yang berbentuk masdar (infinitive noun) yang pada dasarnya berarti menahan, berhenti, atau diam. Apabila kata tersebut dihubungkan dengan harta seperti tanah, binatang dan yang lain, ia berarti pembekuan hak milik untuk faedah tertentu
wakaf bertujuan untuk memberikan manfaat atau faedah harta yang diwakafkan kepada orang yang berhak dan dipergunakan sesuai dengan ajaran syariah Islam. Hal ini sesuai dengan fungsi wakaf yang disebutkan pasal 5 UU no. 41 tahun 2004 yang menyatakan wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
Maka dari itu, pengelolaan dan pendayagunaan benda wakaf perlu dilengkapi dengan administrasi wakaf yang jelas misalnya dengan melakukan pencatatan. Hal ini bertujuan supaya dikemudian hari tidak ada permaslahan tentang hak milik benda yang diwakafkan. Pengaturan semacam ini juga diraskan semakin penting untuk menghindari penyalhgunaan hakikat tujuan wakaf.

2 komentar: