Selasa, 15 September 2009

PENGANTAR FILSAFAT

PENGANTAR FILSAFAT

I. Ringkasan Materi
A. Pengertian Filsafat
1. Secara Etimologi
• Filsafat (Bhs Indonesia); falsafah (Bhs Arab); philosophy (Bhs Inggris); philosophie (Bhs Belanda); philosophia (Bhs Latin)
• Berasal dari bahasa Yunani, yaitu Philos-Philien (cinta; sahabat) sophos; Sophia (kebijaksanaan; pengetahuan yang bijaksana)
• Philosophy > philien; to love; Sophia; wisdom

2. Secara Terminologis adalah:
• Pengetahuan segala yang ada (Plato)
• Penjelasan rasional dari segala yang ada; penjajagan terhadap realitas yang terakhir, puncak hakiki (James K Faibleman)
• Usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan (Harold H Titus)
• Teori tentang pembicaraan kritis (John Passmore)
• Sistem kebenaran tentang segala sesuatu yang dipersoalkan secara radikal, sistematik dan universal (Sidi Gazalba)
• Refleksi menyeluruh tentang segala sesuatu yang disusun secara sistematis, diuji secara kritis demi hakikat kebenarannya yang terdalam serta demi makna kehidupan manusia di tengah-tengah alam semesta (Damardjati Supadjar)
Filsafat VS Idiologi
Sejarah pemikiran filsafat bermula ketika ada peristiwa dimana terdapat suatu kaum yang mengaku atau mengklem diri mereka paling bijak. Kaum tersebut adalah kaum Sofhis. Kemudian muncul pemikiran baru yang kontra melahirkan suatu kelompok kaum lain yaitu kaum filosofis. Kaum tersebut mengcounter pengakuan kaum Sofhis menjadi cinta kebjaksanaan, bagaimana mencapai suatu kebijaksanaan Filsafat adalah alat untuk mencapai kebenaran sejati.
Filsafat adalah alat untuk mencapai kebenaran sejati tapi penekanannya lebih pada substansi pikir atau usaha untuk mencapai kebijaksanaan. Filsafat tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia, sebab hanya manusia yang dapat menyeimbangkan kehidupan di muka bumi. Manusia sebagai episentrum.
Berbeda tipis dengan filsafat, Idiologi lebih mengikat suatu kelompok yang mempercayai suatu pemikiran. Bagaimana mengikatnya suatu pemikiran untuk sekelompok orang yang memedominya.
B. Objek Filsafat
1. Objek material
Objek material filsafat merupakan sasaran kajian filsafat; yakni segala yang “ada”, konkrit-abstrak, maujud-tidak maujud; materiil-immateriil; phisik-non phisik; manifest-laten.
2. Objek Formal
Objek formal filsafat adalah sudut pandang kefilsafatan dalam mengkaji objek materialnya itu, misalnya dari sudut ontologi (hakikat ada), epistimologi (hakikat pengetahuan), aksiologi (filsafat nilai) dll

Proses dan Dimensi Filsafat
Proses berfilsafat bermula dari apa yang terjadi kemudian bagaimana itu terjadi dan lebih dalamnya adalah mengapa itu terjadi (what-how-why). Filsafat mamiliki dua dimensi yaitu dimensi proses dan dimensi hasil/filosofi.
C. Ciri-Ciri Berfikir Filsafat
Berfikir filsafat merupakan dimensi filsafat sebagai proses.
Berfilsafat adalah kegiatan berfikir atau merenung, memiliki beberapa ciri:
1. Kritis
Senantiasa mempertanyakan sesuatu
2. Radikat
Mendalam; sampai ke akar-akarnya
3. Konseptual
Generalisasi dan abstraksi dari berbagai pengalaman khusus
4. Koheren
Runtut; konsisten; tidak acak; tidak kacau; dan tidak fragmentaris
5. Rasional
Sesuai dengan nalar; hubungan logis antar bagian-bagian
6. Komprehensif
Menyeluruh; tidak parsial; tidak fragmentaris
7. Universal
Berlaku dimanapun; kapanpun; dalam situasi bagaimanapun
8. Spekulatif
Kebenarannya bersifat dugaan, tapi rasional
9. Sistematis
Ada hubungan abtar unsur; keseluruhan runtut
10. Bebas
Tidak terkekang; kreatif
Filsafat adalah alat untuk mencapai kebenaran sejati tapi tidak semua kebenaran dapat difilsafati
Contohnya Agama, karena kebenaran hanyalah Tuhan yang sepenuhnya tahu semua tapi Agama dapat dilogika atau dinalarkan (beberapa aspek)
Komprehensif VS Koheren
Komprehensif adalah keseluruhan tentang suatu hal-hal menurut bagian-bagian yang berbeda. Sedangkan koheren lebih runtut.

D. Sifat-sifat Dasar Filsafat
1. Mempunyai tingkat keumuman yang tinggi
2. Tidak faktawi (mendasarkan pada fakta-fakta)
3. Berkaitan dengan nilai
4. Mencengangkan
Bermula dari rasa heran, kekurangan bukti-bukti, kontemplasi (merenung)
5. Implikatif
Memunculkan pertanyaan-pertanyaan baru karena jawaban yang diperoleh tidak pernah pernah final (memuaskan)
6. Berkaitan dengan makna


E. Metode Filsafat
1. Metode Analisis
Yaitu melakukan perincian terhadap istilah-istilah atau pernyataan-pernyataan ke dalam bagian-bagiannya agar dapat menangkap makna yang dikandungnya. Memahami komponen terlebih dahulu kemudian menguraikan komponen
2. Metode Sintesis
Yaitu melakukan penggabungan semua pengetahuan yang diperoleh untuk menyusun suatu pandangan dunia
Metode ini kebalikan dari Analisis
Bukan dari sesuatu yang bulat, tapi dari serpihan atau bagian-bagian untuk mengambil suatu kesimpulan atau pemahaman yang utuh
Mikro cosmos : bentuknya tidak kasat mata
Contohnya : literature tentang spiritualisme-dunia kecil dalam diri kita
Pola tesis, antitesis, oleh Hegel disebut dialektika Hegel yang merupakan dialektika Matrealis
Contoh
o Tesis : Borjuasi
o Antitesis : Ploretarian
o Sintesis : non class society (masyarakat tanpa kelas)
3. Metode Analitiko-sintesis
Adalah penggabungan antara motode analisis dan sintesis dengan melakukan perincian terhadap istilah atau pernyataan, kemudian mengumpulkan kembali suatu istilah atau pengetahuan itu untuk menyusun suatu rumusan umum.
4. Metode Dialog Sokrates
Yaitu dialog antara dua pendirian yang berbeda. Metode dasar untuk penyelidikan filsafat adalah metode dialog Sokrates.
F. Perangkat Metode Filsafat
Perangkatnya adalah logika yaitu cara-cara atau aturan-aturan berfikir untuk mencapai kesimpulan setelah didahului oleh premis. Logika dibagi dua, yaitu:

1. Logika Deduktif
Berangkat dari pernyataan umum yang tidak dipertanyakan lagi (dalil) untuk memperoleh kesimpulan khusus. Pembuktian logika deduktif dijelaskan dalam silogisme kategoris, terdiri dari tiga pernyataan:
a. Premis mayor
b. Premis minor
c. kesimpulan
2. Logika Induktif
Penarikan kesimpulan yang berasal dari pernyataan-pernyataan khusus. Keberadaan dari kesimpulan induktif bersifat riteria y .

G. Aliran Filsafat
 Aliran Filsafat (aspek Geo-kultur)
1. Barat
Berkembang dari tradisi falsafi orang Yunani Kuno dan dipelajari secara akademis di Eropa dan daerah-daerah jajahannya. Dalam tradisi filsafat Barat, dikenal adanya pembidangan dalam filsafat yang menyangkut tema tertentu. Tema-tema itu adalah: riteria, riteria y, dan aksiologi. Tema pertama adalah ontologi.
Ontologi membahas tentang masalah “keberadaan” sesuatu yang dapat dilihat dan dibedakan secara empiris (kasat mata), misalnya tentang keberadaan alam semesta, makhluk hidup, atau tata surya. Tema kedua adalah epistemologi. Epistemologi adalah tema yang mengkaji tentang pengetahuan (episteme secara harafiah berarti “pengetahuan”). Epistemologi membahas berbagai hal tentang pengetahuan seperti batas, sumber, serta kebenaran suatu pengetahuan. Tema ketiga adalah aksiologi, yaitu tema yang membahas tentang masalah nilai atau norma sosial yang berlaku pada kehidupan manusia. (http://id.wikipedia.org)
Filsafat Barat terbagi :
• Klasik
Tokohnya : Thales, Socrates, Plato, Aristoteles, dyl
• Pertengahan
Tokohnya : Thomas Aquino
• Modern
Yaitu pada jaman Renaisance
Tokohnya : Descartes, Leibniz, Pascal, Spinoza, Hobbes, dll
• Kontemporer
Tokohnya : Foucault Camus, Sartre, Hubermas, Heidegger, dsb
2. Timur
Berkembang di Asia, (khususnya di India dan Tiongkok) dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Satu cirinya khasnya kedekatan hubungan filsafat dengan agama.
3. Timur Tengah
Ahli waris tradisi filsafat Barat. Orang-orang Arab/Islam (juga beberapa orang Yahudi) yang menaklukkan daerah sekitar Laut Tengah, menjumpai kebudayaan Yunani dengan Tradisi falsafi mereka.
Masih ada dua pembagian filsafat jika dilihat dari sudut pandang berbeda, yaitu:
1. Filsafat Islam
Filsafat Islam bukanlah filsafat Timur Tengah. Bila memang disebut ada beberapa nama Yahudi dan Nasrani dalam filsafat Timur Tengah, dalam filsafat Islam tentu seluruhnya adalah muslim. Ada perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain. Pertama, meski semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat Yunani terutama Aristoteles dan Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran Islam. Kedua, Islam adalah agama tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih ‘mencari Tuhan’, dalam filsafat Islam justru Tuhan ‘sudah ditemukan.’
2. Filsafat Kristen
Filsafat Kristen mulanya disusun oleh para bapa gereja untuk menghadapi tantangan zaman di abad pertengahan. Saat itu dunia barat yang Kristen tengah berada dalam zaman kegelapan (dark age). Masyarakat mulai mempertanyakan kembali kepercayaan agamanya. Filsafat Kristen banyak berkutat pada masalah riteria dan filsafat ketuhanan. Hampir semua filsuf Kristen adalah riteria atau ahli masalah agama. Sebagai contoh: Santo Thomas Aquinas, Santo Bonaventura, dsb.

 Aliran Filsafat
Beberapa aliran filsafat oleh filusuf antara lain:
1. Materialisme
Adalah aliran filsafat yang menyatakan bahwa tidak ada hal yang nyata kecuali materi. Pikiran dan kesadaran adalah hanya penjelmaan dari materi dan dapat dikembalikan pada unsure-unsur fisis.
Tokoh aliran ini antara lain: Demokritos (460-370 SM), Thomas Hobbes (1588-1679)
2. Rasionalisme
Aliran rasionalisme berpendapat bahwa semua pengetahuan bersumber pada akal piker atau ratio.
Tokoh-tokohnya adalah Rene Descartes (159-1650), Spinoza (1632-1677), Leibniz (1646-1716)
3. Empirisme
Empirisme adalah aliran yang berpendirian bahwa semua pengetahuan manusia diperoleh melalui pengalaman indera dari alam empiris selanjutnya terkumpul dalam diri manusia sehingga menjadi pengalaman.
Tokoh-tokoh empiris antara lain: John Locke (1632-1704), David Hume (1711-1776)
4. Pragmatisme
Aliran ini tidak mempersoalkan tentang hakikat pengetahuan tapi mempertanyakan tentang pengetahuan dengan manfaat dan guna dari pengetahuan tersebut.
Tokoh aliran ini adalah C. S. Pierce (1839-1914), William James (182-1910)
5. Hedonisme
Aliran ini menyatakan bahwa kebahagiaan yang didasarkan pada suatu kenikmatan merupakan suatu tujuan dari tindakan manusia.
Aliran ini dihidupkan Jeremy Bentham pada akhir abad 18
6. Utilatianisme
Aliran ini menyatakan bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang menimbulkan jumlah yang sebanyak-banyaknya kenikmatan atau kebahagiaan dalam dunia.
Aliran ini dikembangkan oleh Bentham dan Mill bersaudara
II. Tambahan Materi
Berdasarkan objek material dan formal filsafat maka lingkup pengertian filsafat menjadi sangat luas. Bidang lingkup pengertian filsafat antara lain: (Drs. Kaelan, 2002: 7-9)
1. Filsafat sebagai suatu kebijaksanaan yang rasional dari segala sesuatu
Filsafat sebagai suatu kebijaksanaan yang rasional tentang segala sesuatu tertentu dalam kaitannya dengan hidup manusia. Manusia dalam hidupnya senantiasa menghadapi berbagai macam problema hidup.
2. Filsafat sebagai suatu sikap dan pandangan hidup
Dalam menyelesaikan permasalahan, manusia harus berdasarkan sikap dan pandangan hidunya. Oleh karena itu manusia harus harus memiliki prinsip-prinsip sebagai suatu sikap dan pandangan hidup agar tidak terombang-ambing, mendalam, kritis dan terbuka.
3. Filsafat sebagai suatu kelompok persoalan
Persoalanpersoalan manusia dalam hidup memerlukan jawaban. Namun tidak semua persoalan manusia dikatakan filsafat. Persolan manusia yang termasuk dalam lingkup filsafat adalah bersifat fundamental, mendalam, hakiki serta memerlukan jawaban yang mendalam hakiki sampai pada tingkat hakikatnya.
4. Filsafat sebagai suatu kelompok teori dan sistem pemikiran
Filsafat dalam pengertian ini mengacu kepada suatu hasil atau teori yang dihasilkan oleh para filsuf.
5. Filsafat sebagai suatu proses kritis dan sistematis dari segala pengetahuan manusia
Filsafat berupaya untuk meninjau secara kritis segala pengetahuan manusia terutama ilmu pengetahuan yang berkembang dewasa ini.
6. Filsafat sebagai usaha untuk memperoleh pandangan yang komprehensif
Menurut para ahli filsafat spekulatif, tujuan filsafat adalah berupaya menyatu-padukan hasil-hasil pengalaman manusia dalam bidang keagamaan, etika derta ilmu pengetahuan yang dilakukan secara menyeluruh. Pemecahan masalah dengan cara berfikir yang khas menghasilkan himpunan pengetahuan khas juga dan kemudian berfungsi ganda bagi manusi yang berfilsafat, yaitu merupakan umban balik dalam menghadapi dan mengusahakan pemecahan masalah secara memuaskan.
Pengertian filsafat dari filsuf dapat disederhanakan menjadi dua pemikiran pokok, yaitu: (Drs. Kaelan, 2002: 10-11)


1. Filsafat sebagai produk
Pengertian filsafat yang mencakup arti-arti filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep dari para filsuf pada zaman dahulu, teori riter atau tertentu yang merupakan hasil dari proses berfilsafat dan yang mempunyai cirri-ciri tertentu.
Filsafat sebagai suatu jenis problema yang dihadapi manusia sebagai hasil aktivitas berfilsafat dengan rite-ciri khas tertentu sebagai suatu hasil kegiatan berfilsafat dan pada umumnya proses pemecahan masalah filsafat ini diselesaikan dengan kegiatan berfilsafat sebagai proses yang dinamis.
2. Filsafat sebagai suatu proses
Filsafat diartikan dalam bentuk suatu aktivitas berfilsafat dengan menggunakan suatu cara dan metode tertentu yang sesuai dengan objek permasalahannya. Filsafat merupakan suatu riter pengetahuan yang dinamis tidak hanya sekumpulan dogma yang hanya diyakini, ditekuni dan dipahami sebagai suatu riter nilai tertentu tetapi lebih merupakan suatu aktivitas berfilsafat, suatu proses yang dinamis dengan menggunakan suatu cara dan metode tersendiri.

Analisis Abstraksi (Drs. Kaelan, 2002: 20-21)
Segala sesuatu di alam semesta ini pada intinya memiliki kuantitas, yaitu luas, bentuk berat serta jumlah. Kualitas, yaitu segala suatu yang melekat pada segala sesuatu. Selain itu, segala benda dan makluk hidup tidak berada secara sendirinya melainkan bersama-sama dengan benda-benda lainnya yang senantiasa mengelilinginya. Maka dalam hubungannya dengan benda-benda atau segala sesuatu yang lain terdapat aksidensia antara lain aksi, yaitu menyangkut perubahan segala sesuatu yang ada dari yang mungkin terjadi. Passi, menyangkut penerimaan perubahan yang dikatkan oleh suatu hal atau benda lain. Relasi, dimana setiap dalam hubungannya memiliki causa serta akibat.Tempat, segala sesuatu di alam semesta mengambil ruang. Waktu, segala sesuatu senantiasa berada dalam suatu waktu tertentu. Keadaan, bagaimana sesuatu iru ada peda tempatnya. Dan kedudukan, yaitu bagaimana sesuatu itu berada di samping benda atau sesuatu lain.
Proses analisis abstraksi dilakukan dengan menyisihkan setingkat demi setingkat aksidensia kemudian sampailah pada pengertian benda atau sesuatu itu sendiri memiliki kualitas dan kuantitas itu disingkirkan maka sampailah pada suatu inti yang terdalam yaitu substansi atau disebut hakikat segala sesuatu yang sifatnya tetap.

Cabang-cabang Filsafat (Drs. Kaelan, 2002: 22-35)
Filsafat timbul karena adanya persoalan-persoalan yang dihadapi manusia. Maka muncullah cabang-cabang filsafat sesuai dengan pemikiran dan problema yang dihadapi oleh manusia. Cabang-cabang filsafat yang tradisional terdiri atas logika, metafisika, epistemology dan etika. Namun demikian berangsur-angsur berkembang sejalan dengan persoalan yang dihadapi oleh manusia. Cabang-cabang filsafat yang pokok antara lain :

1. Metafisika
Yang berkaitan dengan persoalan tentang hakikat yang ada (segala sesuatu yang ada). Persoalan metafisika dapat diperinci menjadi tiga persoalan, yaitu riteria membahas tentang sifat dasar dari kenyataan yang terdalam, kosmologi membahas tentang hakikat alam semesta sebagai suatu riter yang teratur dan antropologi yang membahas bagaimana hakikat perbedaan makluk hidup manusia dengan makhluk hidup lain.
Aliran dalam Metafisika antara lain dari segi kwantitas adalah monisme dengan tokohnya Thales (625-545), Anaximander (610-647), dan Anaximenes (585-528). Dualisme oleh Plato (428-348 SM), Rene Descartes (1596-1650), Leibniz (1946-1716), Leibniz (1946-1716) dan Immanuel Kant (1724-1804). Pluralisme oleh Empedokles (490-430SM), dan Anaxagoras (500-428 SM). Dari segi kwalitas antara lain Spiritualisme, tokohnya Plato dan Leibniz serta aliran materialism. Dari segi proses, yaitu Mekanisme oleh Leucippus dan Demokritus, serta Republik Descartes. Telelogis oleh Plato dan Aristoteles. Vitalisme tokohnya Hans Adolf Edward Driesch (1867-1940) dan Bergson (1859-1941).
2. Epistemologi
Yang berkaitan dengan persoalan hakikat pengetahuan, yaitu tentang sumber, watak, dan kebenaran pengetahuan. Aliran-aliran dalam bidang pengetahuan antara lain Rasionalisme oleh Rene Descartes, Spinoza dan Leibniz. Empirisme oleh John Locke dan David Hume. Realisme tokohnya Aristoteles George Edward Moore dan Bertand Russell. Kritisme oleh Immanual Kant. Positivism dengan tokoh August Comte. Skeptisisme oleh Rene Descrates. Pragmatime oleh C.S Pierce dan William James.
3. Metodologi
Yang berkaitan dengan persoalan hakikat metode ilmiah. Hal ini sangat penting dalam ilmu pengetahuan terutama dalam proses perkembangannya.

4. Logika
Yang berkaitan dengan persoalan penyimpulan
5. Etika
Yang berkaitan dengan persoalan moralitas tentang pertimbangan-pertimbangan tindakan-tindakan baik dan buruk, susila dan tidak susila, etis dan tidak etis dalam hubungan antar manusia. Etika dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu etika riteria , etika deduktif, dan metaetika.
Aliran-aliran dalam bidang etika antara lain adalah Idealisme atau yang disebut Idealisme Etis oleh Immanuel Kant. Etika riteria misalnya Utilitarisme. Hedonisme oleh Jeremy Bentham. Utilatianisme oleh Bentam dan Mill bersaudara. Intuisionisme, tokoh-tokohnya H.A Prichard E.F Carrit dan W.D Ross.
6. Estetika
Yang berkaitan dengan persoalan keindahan, membicarakan tentang definisi, susunan dan peranan keindahan terutama dalam seni. Filsafat berkembang sesuai dangan perkembangan peradaban manusia, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Cabang-cabang filsafat yang beru atau yang disebut filsafat khusus antara lain Filsafat hukum yang membahas hakikat hokum, filsafat bahasa tentang hakikat bahasa, filsafat social yaitu membahas tentang hakikat hubungan atau interaksi manusia dalam masyarakat, filsafat ilmu yaitu membahas tentang hakikat ilmu pengetahuan, filsafat politik membahas tentang hakikat mesyarakat dan Negara dengan segala aspeknya, filsafat kebudayaan yaitu membahas tentang hakikat kebudayaan, filsafat lingkungan membahas tentang hakikat hugbungan manusia dengan lingkungannya, dll.

Hubungan Filsafat dengan Ilmu Pengetahuan dan Agama
Ilmu filsafat bukanlah suatu ilmu praktis, bukan ilmu terapan. Semua ilmu pengetahuan memiliki rite-ciri ysiyu mrmiliki objek, metode, sistematis, dan riteria kebenaran yang universal.ilmu filsafat bersifat reflektif. Sedangkan ilmu-ilmu yang lain hanya membahas objek ilmu tersebut namun tidak pernah mempertanyakan dirinya sendiri. Baik filsafat maupun ilmu merupakan pengetahuan manusia. Keduanya berpangkal pada akal manusia untuk mencapai kebenaran. Keduanya memiliki syarat-syarat ilmiah. Merupakan suatu system pengetahuan manusia yang bersifat rasional dan sistematis. Perbedaannya adalah filsafat merupakan induk ilmu pengetahuan, filsafat bersifat spekulatif. Ilmu hanya menjelaskan fakta terutama fakta empiris sedangkan filsafat memahami, menginterpletasikan dan menafsirkan fakta secara rasional. Filsafat membahas objek secara menyeluruh baik meliputi gejala empiris maupun nonempiris, adapun ilmu hanya membahas gejala-gejala empiris saja dan bersifat khusus.
Hubungan dan perbedaan antara filsafat dan agama adalah baik agama maupun filsafat merupakan suatu usaha untuk mendapatkan suatu kebenaran yang hakiki melalui kegiatan akal budinya dengan segala kemampuan batiniyah. Namun filsafat berpangkal tolak pada akal budi beserta seluruh potensi batiniah manusia. Adapun agama kebenarannya bersumber pada wahyu Tuhan, manusia hanya menerima dengan suatu iman dan ketaqwaan. Agama hanya mampu dipahami dengan hukum Tuhan. Filsafat dalam memperoleh kebenaran hakiki adalah dengan cara mempertanyakan dan mempermasalahkan segala hal yang dihadapi manusia, kemudian diupayakan pemecahan dengan segala kemampuan akal budinya. Sedangkan agama berbeda, untuk sampai pada kebenaran hakiki maka manusia tidak dibenarkan untuk mempermasalahkan, mempertanyakan dan meragukan kebenaran yang diwahyukan Tuhan lewat utusannya. Dengan demikian agama harus berangkat dari kepercayaan, keimanan dan ketaqwaan manusia.

5 komentar:

  1. nuhun pisan buwat artikelnya....

    kamu adalah hero dalam bayangan...

    BalasHapus
  2. Great...simple and focused.

    BalasHapus
  3. artikelnya sangat membantu tugas saya. makasih.

    BalasHapus
  4. Dua konsep rasionalisme yang berbeda


    Ilmu logika adalah ilmu untuk mencari bentuk kebenaran berdasar kepada tata cara berfikir sistematis-matematis yang murni yaitu tata cara berfikir yang tidak bergantung pada tangkapan langsung dunia panca indera.akal adalah alat berfikir yang memiliki karakter berfikir sistematis - matematis,sebab itu ada hubungan paralel antara akal dan ilmu logika artinya ilmu logika tidak akan pernah ada kalau manusia tidak memiliki akal.bentuk kebenaran yang bisa difahami oleh cara berfikir logika akal disebut sebagai ‘kebenaran rasional’.Tuhan menyuruh manusia menggunakan akal nya secara maksimal sehingga bila agama ditela'ah dengan logika murni maka kebenarannya akan terungkap secara konstruktif ( bisa di telusuri oleh cara berfikir akal yang tertata ).
    Tetapi dalam wacana filsafat - sains kini pengertian serta istilah 'akal','logika' dan 'rasional' selalu dikaitkan secara langsung dengan fakta - bukti empirik yang tertangkap mata sehingga yang 'rasional' makna pengertiannya bukan lagi tatacara berfikir yang murni sistematis tapi malah menjadi 'yang mata telanjang bisa menangkapnya secara langsung' (ini adalah penyelewengan terhadap konsep ilmu logika),sehingga yang tidak memiliki bukti empirik yang langsung tertangkap mata sering dikategorikan sebagai 'irrasional',sebagai contoh : konsep sorga dan neraka sering didefinisikan sebagai 'irrasional' hanya karena tidak bisa dibuktikan oleh bukti empirik yang tertangkap mata secara langsung.dan istilah 'akal' sering dipertentangkan dengan agama karena agama mendeskripsikan hal hal yang abstrak yang dianggap 'tidak masuk akal'
    Dan ini (pandangan yang datang dari dunia filsafat-sains itu) adalah penyimpangan terhadap konsep ilmu logika,sebab konsep ilmu logika adalah tatacara berfikir sistematis yang murni tidak bergantung sepenuhnya pada tangkapan dunia indera secara langsung. sebagai contoh : konsep sorga dan neraka adalah konsep yang rasional sebab keduanya bisa dihubungkan secara sistematis - mekanistis dengan keberadaan adanya kebaikan dan kejahatan didunia.dan coba kita pakai perbandingan terbalik : bila sorga dan neraka itu tidak ada maka si baik dan si jahat hidupnya sama sama hanya akan berakhir dikuburan (tanpa ada konsep balasan),dan bila demikian yang terjadi maka kehidupan akan menjadi GANJIL dalam arti tidak rasional atau tidak sistematis (akal hanya menerima hal hal yang bisa diterangkan secara sistematis).contoh lain : atheis sering memproklamirkan ideologinya berdasar prinsip 'rasional',padahal bila kita analisis : berpandangan atheistik sama dengan beranggapan bahwa segala keteraturan itu berasal dari 'kebetulan' padahal menurut logika akal segala keberaturan yang tertata secara sistematis itu hanya bisa berasal dari desainer dan mustahil datang dari kebetulan.sebab kebetulan mustahil melahirkan keteraturan,dan keteraturan mustahil lahir dari kebetulan (coba saja tantang seluruh saintis diseluruh dunia melakukan eksperimen : apakah dari kebetulan bisa melahirkan keteraturan ?).

    BalasHapus
  5. Agama berisi konsep rasional bila manusia tidak melekatkan olah fikir akalnya selalu secara langung dengan bukti dunia inderawi,atau tidak mengebiri akalnya dengan keterbatasan dunia indera nya.sebab indera adalah hamba atau pembantu akal dan bukan sebaliknya.tapi filosof - saintis atheistik materialistik menjadikan dunia indera dan ‘bukti empirik’ sebagai 'raja' dan 'ukuran kebenaran' sehingga yang tidak terbukti secara empirik sering ditolak sebagai kebenaran,(mereka tidak bisa berfikir murni sistematis karena selalu terhalang oleh tembok cara pandang materialistik).
    Jadi ada dua versi konsep ‘rasional’ : versi Tuhan/agama yang mendefinisikan pengertian ‘rasional’ sebagai sesuatu yang bisa difahami oleh tatacara berfikir yang murni sistematis tanpa ketergantungan mutlak kepada tangkapan dunia indera secara langsung,dan kedua : versi filsafat materialistik (kacamata sudut pandang filsafat yang bersandar pada prinsip bahwa yang ‘ada’/realitas adalah hanya segala suatu yang tertangkap mata) yang mendefinisikan istilah ‘rasional’ sebagai ‘kebenaran versi akal’ tapi selalu mensyaratkan secara mutlak pada keharusan bukti empirik atau pada bukti yang tertangkap mata secara langsung,sehingga sesuatu yang tidak memiliki atau tidak berdasar bukti yang tertangkap mata secara langsung sering langsung dianggap sebagai tidak rasional.
    Kaum materialist mengebiri kemampuan akal dengan menundukkan akal pada prinsip keharusan untuk tunduk secara mutlak pada tangkapan dunia indera yang langsung atau lebih mengutamakan input tangkapan dunia indera ketimbang murni berfikir sistematis (sehingga wilayah berfikir logika akal materialist sebenarnya hanya berputar putar diseputar wilayah pengalaman dunia indera-tidak bisa menjelajah dunia abstrak) padahal akal dikonsep oleh Tuhan untuk bisa berfikir luas termasuk menjelajah realitas atau hal hal yang bersifat abstrak sehingga konstruksi dari realitas (yang konkrit dan yang abstrak) bisa difahami secara menyeluruh.
    Cara berfikir filsafat materialistik sebenarnya sudah tidak lagi orientasi kepada cara berfikir sistematis (cara berfikir logika akal) karena sudah menghamba kepada dunia indera (akal diletakkan dibawah indera).tapi anehnya mereka suka menyebut diri sebagai ‘kaum rasionalist’ sedangkan para agamawan sering distigmakan sebagai kaum yang ‘irrasional’,padahal agama selalu menuntut cara berfikir logika murni yang tidak mutlak bergantung atau menghamba kepada tangkapan mata yang langsung sebab derajat akal lebih tinggi ketimbang dunia inderawi.
    Jadi agama di stigmakan sebagai ‘irrasional’ karena filosof-saintis materialistik melihat dan mengkajinya dengan menggunakan kacamata rasionalisme versi kaum materialist yaitu rasionalisme yang dibingkai oleh keharusan bukti yang tertangkap mata atau keharusan bukti empirik artinya bukan rasionalisme yang murni orientasi kepada tatacara berfikir sistematik sebagaimana yang dimaksud oleh kitab suci.
    Kesimpulannya : kita harus bisa membedakan secara signifikan definisi pengertian ‘rasional’ versi agama dengan ‘rasional’ versi sudut pandang materialist (yang lahir melalui wacana filsafat yang bersudut pandang materialistik) sebab itu adalah dua kubu pandangan yang amat jauh berbeda yang menghasilkan konsep kebenaran (rasional) yang berbeda.

    BalasHapus